Jumat, 13 Juni 2014

makalah ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Al Quran diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia untuk menjadi pedoman hidup dalam mengemban tugas sebagai khalifah fil ardl. didalamnya diterangkan tata cara secara gelobal mengenai permasalahan-permasalahan dunia dan akhirat, tata cara tersebut diungkapkan Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya yang muhkam dan mutasyabihat.
Ayat muhkam merupakan Ayatullah yang artinya sudah cukup jelas untuk dipahami oleh manusia, tidak membutuhkan penalaran khusus untuk menguak misteri-misteri yang ada didalamnya, sedangkan Ayatullah yang mutasyabihat, merupakan firman Allah SWT yang membutuhkan penalaran khusus untuk menguak misteri yang tersirat didalamnya.
Tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat, untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan dalam makalah ini, semoga bermanfaat.
B.            Rumusan Masalah
A.           Apa pengertian muhkamat dan mutasyabihat?
B.            Apa sebab-sebab adanya ayat muhkam dan mutasyabih
C.            Apa ciri-ciri muhkamat dan mutasyabihat?
D.           Apa saja macam-macamnya ayat mutasyabihat?
E.            Bagaimana pendapat ulama’ mengenai ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat?
F.             Apa hikmah ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat?
C.           Tujuan
A.           Mengerti dan mampu menjelaskan ayat muhkamat dan mutasyabihat
B.            Mengetahui sesab-sebab adanya ayat mutasyabihat
C.            Dapat menunjukkan ciri-ciri ayat muhkamat dan mutasyabihat
D.           Mengetahui dan dapat menjelaskan macam-macamnya ayat mutasyabihat
E.            Mengerti dan mampu mengenalisis pendapat ulama’ tentang ayat muhkamat dan mutasyabihat
F.             Dapat menunjukkan manfaat ayat muhkamat dan mutasyabiha
BAB II
                                               PEMBAHASAN      
A.           Pengertian Muhkamat Dan Mutasyabihat
Lafal muhkam dan mutasyabih adalah bentuk mudzakar untuk mensifati kalimat-kalimat yang mudzakar pula, sedangkan lafal muhkamat dan mutasyabihat adalah bentuk mu’annas untuk mensifati kalimat-kalimat yang muannas pula.[1]
Lafal muhkamat menurut bahasa mempunyai arti beberapa yang dihukumi, baik/bagus, jelas, dan tegas sedangkan lafal mutasyabih menurut bahasa mempunyai arti persamaan/kesamaran yang mengarah pada keserupaan.
Contoh dalam Alquran(اللبقره : 25)  وَاُتُوْبِهِ مُتَشَابِهاً
Artinya: mereka diberi (buah-buahan) yang serupa/sama,
Menurut istilah, ulama’ berbeda pendapat dalam memberi pengertian muhkamat dan mutasyabihat, yakni sebagai berikut:
a)             Ulama’ golongan Ahlus Sunah Wal jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karna memang sudah jelas artinya maupun karena dengan ditakwilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya  hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contohnya, terjadinya hari kiamat , keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf muqathta;ah.[2]
b)             Imam Ibnu Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan , lafal muhkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan lain.sedangan lafal mutasyabih adalah lafal yang tidak bisa bediri sendiri, lafal yang membutuhkan penjelasan arti maksutnya, karena adanya bermacam-macam ta’wilan terhadap lafal tersebut. Contohnya seperti lafal-lafal yang bermakna ganda (lafal musytarak) lafal yang asing (gharib), lafal yang berarti lain (lafal majaz), dan sebagainya.[3]
c)             Imam Ath-Thibi mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak mengakibatkan kemusykilan/kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu diambil dari lafal ihkam (ma’khuudzul ihkaami) yang berarti baik/bagus.contohnya seperti lafal yang dhahir, lafal yang tegas, dan sebagainya, sedangkan lafal yang mutasyabih adalah lafal yang sulit dipahami, sehingga mengakibatkan kemusykilan/kesukaran. Contohnya seperti lafal musytarak, mutlak, dan sebagainya.[4]
d)            Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat diamalkan, karena sudah jelas dan tegas. Seperti umumnya lafal Alquran. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan, melainkan cukup diimani/diyakini eksistensinya saja, seperti kalimat: اِنَّ اللَّهَ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى tidak perlu diamalkan. Soal bagaimana cara beristiwa Allah SWT di Arsy itu, cukup diyakini saja bahwa Allah itu beristiwa disana[5]
Jadi, bisa dikatakan jika pengertian muhkam adalah lafal Alquran yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat, bisa berdiri sendiri tanpa dita’wilkan dan dapat diamalkan, sedangkan pengertian mutasyabih adalah lafal Alquran yang artinya samar dan tidak dapat berdiri sendiri karna susunan tartibnya kurang tepat sehinga menimbulkan kesulitan dalam pemahamannya, dan dapat ditakwilkan macam-macam dan cukup diyakini keberadaannya saja, dan tidak perlu diamalkan, karna merupakan ilmu yang dimonopoli Allah SWT.
B.            Sebab-Sebab Adanya Ayat Muhkam Dan Mutasyabih
sebab adanya ayat muhkam dan mutasyabih dapat dikatakan bahwa Allah SWT sendirilah yang menghendaki adanya ayat tersebut sebagai mana yang ditegaskan dalam surat ali imron ayat 7, disamping itu, Al Quran merupakan kitab yang muhkam berdasarkan  surat Huud ayat 1,  juga karna kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat Al Quran itu rapi dan urut, sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Pada garis besarnya, sebab adanya ayat mutasyabihat dalam Al Quran adalah karena adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, secara rinci adanya ayat-ayat mutasyabihat dapat dirumuskan dalam 3 hal
1.             Kesamaran dari aspek lafadz yang meliputi:
a.             Kesamaran dari lafaz Mufradhnya, karena terdiri dari lafadh Ghorib (asing) contoh: lafaz أبا  di dalam QS.Abbasa ayat 31 yang berbunyi: وفا كهة وابا (dari buah buahan serta rerumputan) disini kata أبا adalah kata yang jarang digunakan dalam kosa kata bahasa arab sehingga kalau tidak ada penjelasan dari lafal berikutnya, arti kata أبا akan sulit dipahami. Kedua terdiri dari lafaz yang musytarak (bermakna ganda) contoh: pada lafaz اليمين yang memiliki beberapa arti (tangan kanan, sumpah, kekuasaan).
b.             Kesamaran dari lafaz murrakab disebabkan karena lafaz yang sudah tersusun terlalu ringkas, terlalu  luas, juga susunan lafaznya tidak berurutan.
2.             Kesamaran pada makna, ini terjadi bukan karena lafaz yang asing atau bermakna ganda tetapi karena keterbatasan akal manusia untuk menjangkau ayat ayat tersebut contoh dalam Al Qur’an tentang sifat sifat surga.
3.             Kesamaran pada lafadh dan makna, seperti contoh surat Al Baqarah:189
وليس البر بان تأتواالبيوت من ظهورها ولكن البر من اتقي
Artinya: “dan bukanlah kebajikan memasuki rumah rumah dari belakangnya akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwah”(Al Baqarah:184)
Disini orang yang tidak memahami tradisi arab jahiliah akan kesulitan untuk memahaminya karena ada keserupaan pada lafaz dan maknanya andai ayat tersebut terdapat kalimat:  ان كنتم محرمين بحج و عمرة(jika kalian sedang melakukan ihram haji dan umrah) maka ayat tersebut akan mudah dipahami.
C.           Ciri-Ciri Muhkamat dan Mutasyabihat
Untuk mengetahui makna apakah ayat itu termasuk ayat muhkamat atau mutasyabihat, lebih mudah jika mengetahui ciri-cirinya, brikut ciri-ciri muhkamat dan mutasyabihat.
1.             Ciri-ciri muhkamat
a.              Ayat-ayatnya sudah jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan penalaran yang lebih mendalam lagi karna sudah dapat dipahami artinya.
b.             Ayat-ayatnya hanya mempunyai satu penafsiran makna saja.[6]
2.             Ciri-ciri mutasyabihat
a.              Ayat-ayatnya samar dalam pengertian masih membutuhkan penjelasan dari ayat lain atau memerlukan penalaran untuk mengetahui maksudnya.
b.             Ayat-ayatnya memiliki banyak makna[7]
D.           Macam-Macam Ayat Mutasyabihat
Didalam Al Quran terdapat ayat mutasyabihat yang bertingkat-tingkat dalam kesulitan dalam pemahamannya, macam-macam kesulitan ini dibagi enjadi tiga:
1.             Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. Contohnya, seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat, mafaatihussuwar (ayat pembuka ex; alif laam miim)
2.             Ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh cseluruh orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengqayyidkan yang mutlak, dan menertibkan yang kurang tertib.
3.             Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu pengetahuan dan sains, bukan oleh semua orang, hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya dikethi oleh Allah SWt dan orang-orang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuannya. Seperti keterangan ayat 7 surat Ali Imron.[8]
E.            Pendapat Ulama’ Mengenai Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Ulama’ berlainan pendapat mengenai kemuhkaman dan memustabihan Alquran, sebab, dalam Alquran ada ayat yang menerangkan bahwa semua ayat-ayat dalam Alquran itu muhkam seperti surat Hud, ayat 1
 الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آياتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ (Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu). Dan ada pula ayat yang menjelaskan jika semua ayat dalam Alquran itu mi
tasyabihat. Seperti surat Az-zumar ayat 23 اَلله نَزَّلَ أَحْسَنَ اْلحَدِيْثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِيْنُ جُلُوْدُهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللِه ذَلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.) dan ada pula yang menjelaskan bahwa ada sebagian Alquran yang muhkam dan ada yang mutasyabihat, seperti ayat surat ali imron ayat 7. هُوَ اَّلَذِي~أَنْزَلَ عَلَيْكَ اْلِكتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ( Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat )[9]
Ada 3 pendapat ulama’ mengenai masalah tersebut, diantaranya adalah:
a)             Pendapat pertama berpendirian bahwa semua Alquran itu muhkam, kaena berdasarkan surat Huud ayat 1.
b)             Pendapat kedua berpendapat bahwa semua ayat Alquran itu mutasyabihat karna berdasarkan surat Az zumar ayat 23.
c)             Pendapat ketiga mengatakan bahwa Alquran itu ada yang muhkam dan ada yang mutasyabih, karna berdasarkan surat Ali imron ayat 7.[10]
Jika dilhat sekilas seolah-olah pendapat yang ketigalah yang benar, tetapi jika diamati, semua pendapat itu adalah benar karna ada dalilnya di Alquran, yang membedakan hanyalah orientasi sudut pandang masing-masing.[11]
Pendapat pertama orientasinya dititik beratkan pada masalah kebaikan, kerapian susunan tertib ayat-ayatnya, dan kekuatan atau kemutlakan kebenarannya yang absolut, yang sempurna lafal dan maknanya, sehingga Alquran bagaikan bangunan yang kokoh yang tak tergoyahkan. Hal itu karna cara sudut pandang mereka difokuskan pada ayat  أُحْكِمَتْ آياتُهُ yang diorientasikan pada segi kebaikan, kerapian dan kebenaran lafal dan makna ayat tersebut.[12]
Pendapat yang kedua ini memfokuskan titik pandangan pada relevansi, homogenitas, dan keserasian susunan Alquran, baik dalam soal aturan-aturan hukumnya, keindahan susunan lafalnya, maupun keterkaitan inti isi maknanya. Hal itulah yang menyebabkan rangkaian kata atau kalimat dalam Alquran seperti sebuah kesatuan yang bulat, utuh, lagi menakjubkan, sentral pandangan pendapat yang kedua ini difokuskan pada ayat كِتَابًا مُتَشَاِبهًا مَثَاِنيَ  ( suatu kitab yang serupa/sama mutu ayat-ayatnya lagi berulang ulang)[13]
Pendapat ketiga memang secara tegas melendingkan orientasinya pada segi realitas dan eksistensi Alquran ini, baik dalam segi aturan-aturan hukumnya maupun dalam segi tata bahasanya yang betul-betul jelas, tegas dan lugas, disamping ada pula yang samar, lentur dan elastis serta fleksibel.[14]
Tetapi sebagian ulama’ ada yang mengatakan jika ayat 7 surah ali imron ini menunjukkan bahwa Al Quran tidak terbatas hanya pada muhkam dan mutasyabih saja, pendapat ini berdasarkan surat An Nahl ayat 44 yang berarti memang Allah menghendaki adanya Penjelasan-penjelasan dari nabi Muhammad saw. Padahal mestinya, ayat- ayat yang muhkam itu tidak perlu penjelasan sedangkan ayat-ayat yang mutasyabihat, tidak ada harapan kejelasannya/penjelasannya.[15]
Maka sebenarnya, dari ketiga pedapat ulama’ tersebut tidak ada yang bertentangan, bahkan yang nampak adalah kesesuaian dan keserasian yang ada dalam Alquran sebagai suatu kesatuan yang utuh dan penuh dengan kemukjizatan.[16]
Apakah ayat-ayat Al Quran yang mutasyabihat itu harus ditafsiri sehingga diketahui arti maknanya dengan maksut untuk diamalkan, ataukan tidak perlu ditafsiri dan hanya cukup diyakini dan diimani eksistensinya saja, soal arti nya diserahkan kepada Allah SWT saja!. Dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat, ada tiga pendapat ulama’ mengenai hal ini.[17]
a)             Pendapat jumhur ulama’ Ahlus Sunah dan sebagian ahli ra’yi berpendapat bahwa arti ayat mutasyabihat tidak perlu ditafsiri, melainkan cukup diimani saja eksistensinya, soal arti diserahkan pada Allah sendiri. hal ini dengan maksud untuk Memaha Sucikan Allah SWT, dasar mereka berpendapat adalah hadits yang diriwayatkan abu qosim dari umi salamah ketika menafsiri ayat 5 surat At Thaha: الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اْستَوَى ((Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.), maka beliau berkata yang artinya: cara (bersemayam Allah) itu tidak dapat dinalar, tetapi bersemayamnya Allah itu tidak samar lagi, dan mengakuinya termasuk yang harus diimani, sebab mengingkarinya adalah kufur.[18]
b)             Pendapat segolongan ulama’ Ahlus Sunah dan kebanyakan ahli ra’yi berpendapat, ayat-ayat mutasaybihat yang relevan dengan keagungan Allah SWT perlu ditakwilkan, sebab, menurut mereka didalam kitab suci Alquran tidak boleh ada kalimat yang tidak dapat diketahui umat manusia, Al Quran diturunkan untuk menjadi pegangan hidup manusia, oleh sebab itu semua kalimat-kalimat yang ada dalam Al Quran harus dapat didiketahui artinya oleh manusia, minimal oleh orang-orang rosikh (mendalam ilmunya). Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Al Lalikay yang berbunyi اِنَّ اِسْتَوَى بِمَعْنَى اِسْتَوْلَى (bahwa istiwa bermakna menguasai). Dan riwayat Abu Ubaid, dia berkata:     اِنَّ اِسْتَوَى بِمَعْنَى صَعِدَ (bahwa istiwa itu berarti naik).[19]
c)             Pendapat segolongan ulama’ lain, diantaranya seperti Ibnu Daqiqil ‘id menengahi antara kedua pendapat tersebut, yaitu jika menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat itu relevan dengan bahasa arab maka harus diterima dan tidak boleh di ingkari, dan jika menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat itu jauh dari bahasa arab, maka harus ditangguhkan takwilan tersebut dan tidak perlu diamalkan dan hanya cukup diimani saja ayat tersebut, contoh: أَنْ تَقُوْلَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَى عَلىَ مَا فَرَّطْتُ فِيْ جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِيْنَ ((الزمر: 56 artinya: supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).[20]
Kata fi jambillaahi oleh para mufassir ditakwilkan tidak menunaikan kewajiban-kewajiban kepada Allah, sehingga dapat diterima dan diamalkan karna penafsiran ini dekat dengan percakapan bahasa arab.[21]
Menurut penulis, dari ketiga pendapat diatas, penulis lebih condong dengan pendapat yang ketiga. Karna lebih bisa diterima oleh akal.
Merujuk pada surat Ali Imron ayat 7 yang berbunyi هُوَ الَّذِيْ~ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا اَّلذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ اْبتِغَآء اْلفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيْلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلِهُ إِلَّا اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِيْ اْلعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُوْا اْلأَلْبَابِ, ulama’ berbeda pendapat apakah ayat mutasyabihat dapat dita’wili manusia atau tidak. Mereka berbeda pandangan dalam pemberhentian waqof, sehingga menimbulkan cara pemahaman yang berbeda, berikut perbedaan pendapat ulama’ dalam menyingkapi ayat tersebut, ada tiga pendapat ulama’.
1.             Ulama’ dahulu berpendapat bahwa waqof bertempat pada lafal وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلِهُ إِلَّا الله, dan menjadikan lafal وَالرَّاسِخُوْنَ sebagai permulaan kalimat, sehingga menimbulkan pemahaman arti bahwa hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui makna ayat mutasyabihat, mereka (ulama’ dahulu) tidak berani menakwili ayat mutasyabihat, karna dalam Al Quran disebutkan bahwa orang-orang yang condong pada kesesatan, mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah. Saat mereka ditanyai mengenai makna ayat mutasyabihat, mereka hanya bilang آمَنَّا بِهِ.
2.             Ulama’ modern berpendapat bahwa waqof bertempat pada lafal وَالرَّاسِخُوْنَ فِيْ اْلعِلْمِ dengan menjadikan wawu sebagai ‘athaf, dan permulaan kalimat dimulai pada lafal يَقُوْلُوْنَ, sehingga menimbulkan arti “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya, mereka  berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat”. Pendapat ini diikuti oleh An nawawi dalam syarah nuslimnya, dia mengatakan pendapat inilah yang paling shohih dengan alasan Allah SWT tidak mungkin menurunkan wahyu yang tidak dapat diketahui maknanya oleh hamba-Nya.
F.            Hkmah Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Pembaca, akan penulis jelaskan hikmah-hik mah ayat-ayat muhkamat terlebih dahulu biar lebih bisa dipahami dan dimengerti, dan nanti setelah hikmah ayat muhkamat selesai kita bahas, kita akan membahas ayat-ayat mutasyabihat.
a.              Hikmah Ayat Muhkamat
Ayat-ayat muhkamat dalam Al Quran mempunyai berbagai faedah, diantaranya sebagai berikut:
a)             menjadi rahmat bagi manusia khususnya orang-orang yang berkemampuan bahasa arab rendah karena dengan adanya ayat muhkamat ini, mereka tidak perlu susah-susah mempelajari maksut arti ayat itu, karna arti maksut ayat itu sudah cukup jelas dan gamblang[22]
b)             memudahkan manusia mengetahui arti dan maksutnya, memudahkan menghayati maknanya agar mudah mengamalkannya.[23]
c)             Mendorong umat manusia untuk giat dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan ayat Al Quran karna lafal ayat-ayatnya sudah jelas untuk dipahami
d)            Menghilangkan kesulitan dalam memahami dan mempelajari Al Quran karna lafalnya sudah jelas dan tidak membutuhkan penafsiran lagi untuk memahaminya
e)             Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat Al Quran karna para mufassir tidak perlu susah-susah mencari takwilan ayatnya.
f)              Membantu para juru dakwah dalam menerangkan isi kandungan ayat Al Quran kepada masyarakat karna ayat tersebut mudah dipahami oleh masyarakat karna sudah jelas arti maknanya.
g)             Mempercepat usaha tahfidhul quran dalam menghapal ayat- ayat Al Quran, sebab ayat-ayat yang muhkam lebih mudah dihapal karna lebih mudah diketahui artinya.[24]
b.             Hikmah Ayat Mutasyabihat
Ayat-ayat mutasyabihat dalam Al Quran membawa faedah yang banyak juga, diantaranya adalah sebagai berikut:
a)             Merupakan rahmat bagi manusia, seperti sifat dan Dzat Allah SWT itu disamarkan oleh allah SWT pada manusia melalui ayat-ayat mutasyabihat, sebab, jika sifat dan Dzat Allah SWT itu tidak disamarkan, akan menjadi siksaan bagi manusia, terutama orang-orang yang tidak tahan mendzahirkan-Nya, begitu juga Allah SWT merahasiakan kedatangan hari kiamat agar manusia tidak malas-malasan dan berusaha untuk mendekat pada Allah.
b)             Ujian dan cobaan bagi kekuatan iman manusia. apakah dengan disamarkan ayat-ayat mutasyabihat tersebut, manusia akan tetap iman kepada Allah SWT ataukah akan mengingkari-Nya. Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 7:   فَأَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغُ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ اْبتِغَا~ءَ اْلفِتْنَةِ وَابِتِغَا~ءَ تَأْوِيْلِهِ (أل عمران:7) Artinya: Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Mereka yang tidak tahan uji terhadap cobaan , maka mereka akan ingkar terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan mencari-cari takwilnya dengan seenaknya.
c)             Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. sebesar apapun usaha manusia dan persiapan manusia, masih ada kelemahannya. itu menunjukkan betapa besar kekuatan dan kekuasaan ilmu Allah SWT yang Maha mengetahui segala hal. Meski terhadap hal-hal yang samar, rahasia, tersembunyi seperti ayat mutasyabihat. Bahkan, manusia dan malaikatpun tidak dapat mengetahiunya.
d)            Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti, karna Al Quran adalah pedoman hidup, jadi, manusia akan berusaha mempelajari Al Quran untuk mengungkap isi Al Quran, dan manusia akan menjadi rajin, tidak malas-malasan, dikarenakan ayat mutasyabihat itu perlu penalaran untuk memahaminya.
e)             Memperlihatkan kemukjizatan Al Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab ini bukan buatan manusia, melainkan benar-benar ciptaan Allah SWT, adanya kemutsyabihatan dalam Al Quran menunjukkan bahwa kitab ini benar-benar dapat melemahkan orang, hingga tak ada satupun makhluk dalam semesta ini yang mampu membuat tandingan Al Quran. Jangankan membuat tandingannya, menalar arti makna ayat-ayatnya saja sudah kualahan, terutama ayat mutasyabihat.
f)              Menambah pahala usaha umat manusia, dengan adanya kesulitan dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, tntu jerih payah dalam memahami ayat tersebut semakin besar, maka pasti pahalanyapun akan ditambah.[25]
g)             Mendorong kegiatan mempelajari ilmu pengetahuan yang bermacam-macam, karna, dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al Quran, mendorong orang yang mempelajarinya harus terlebih dahulu mempelajari disiplin ilmu  yang berkaitan dengan berbagai isi ajaran Al Quran. Seperti kimia, fisika, matematika, kedokteran, astronomi, dll.


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.             Muhkam adalah lafal Alquran yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat, bisa berdiri sendiri tanpa dita’wilkan dan dapat diamalkan. Mutasyabihat adalah lafal Alquran yang artinya samar dan tidak dapat berdiri sendiri karna susunan tartibnya kurang tepat sehinga menimbulkan kesulitan dalam pemahamannya, dan dapat ditakwilkan macam-macam dan cukup diyakini keberadaannya saja, dan tidak perlu diamalkan, karna merupakan ilmu yang dimonopoli Allah SWT.
2.             Ciri-ciri muhkam adalah lafalnya sudah dapat dipahami akal dan hanya berwajah satu sedangkan ciri-ciri mutasyabihat adalah lafalnya masih membutuhkan penalaran karna memiliki banyak wajah dan  hanya Allah SWT yang mengetahui maksud utama arti ayat tersebut
3.             Perbedaan pendapat apakah ayat mutasyabihat perlu ditafsiri dan diamalkan atau tidak, jika takwilannya sesuai dengan kaidah bahasa arab, maka boleh dipakai.
4.             Hikmah ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat sangat banyak salah satunya agar kita giat dalam mendalami dan mempelajari Al quran sebagai sumber sekalius pedoman kita.
B.            Kritik dan Saran
Demikian makalah ini penulis uraikan, apabila terdapat kesalahan, Hendaknya supaya memberi masukan, agar dalam pembutan makalah penulis bisa lebih baik lagi.
Dan di harapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui dan memahami ayat-aya muhkamat dan mutasyabihat dengan lebih mendalam

DAFTAR PUSTAKA
[1]Abdul Djalal .H.A., Ulumul Quran, (surabaya: dunia ilmu, 1998). Hlm. 239.
[1] Kahar mansyhur, pokok-pokok ulumul quran,(jakarta: rineka cipta, 1992). Hlm. 120,


[1]Abdul Djalal .H.A., Ulumul Quran, (surabaya: dunia ilmu, 1998). Hlm. 239.

[2] Ibid. 240
[3] Ibid. 241
[4] ibid
[5] ibid
[6] Kahar mansyhur, pokok-pokok ulumul quran,(jakarta: rineka cipta, 1992). Hlm. 120,

[7]Ibid. 121
[8] H. Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur’an, (surabaya: Dunia Ilmu, 1998). Hlm. 251,252

[9] Abdul Djalal .H.A., Ulumul Quran, (surabaya: dunia ilmu, 1998). Hlm. 256
[10] Ibid. 257
[11] Ibid
[12] Ibid. 257
[13]Ibid. 258
[14] Ibid
[15] ibid
[16] Ibid
[17] ibid
[18] Ibid 259
[19] Ibid 260
[20] Ibid. 261
[21] Ibid
[22] Ibid. 263
[23] ibid
[24] Ibid. 263
[25] Ibid 263
semoga bermanfaat ya sobat, aq akan sangat senang ketika sobat berterimaksih jika makalah ini bermanfaat untuk sobat blogger.

di perbolehkan untuk mengkopi dan menjadikan artikel ini sebagai referensi dan yang lainnya.
dengan syarat harus menyertakan catatan kaki dari alamat blog ini dan tolong ya, transver pulsa 1400 rupiah ke nomor 085708860032. terimasih sobat yang sudah berbaik hati.
jika kedua syarat itu terpenuhi, maka halal.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar