Jumat, 13 Juni 2014

makalah Demokrasi teori dan aksi



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Sehubungan dengan pentingnya ilmu Civic Education bagi mahasiswa kejuruan Pendidikan Agama Islam maka perlu kiranya di kaji secara mendalam dan mendetail, guna kelancaran dalam memehami dan mengkaji  demokrasi teori dan aksi.
Oleh karena itu kami akan membahas tentang hakikat demokrasi, pandangan dan tatanan kehidupan bersama, sejarah demokrasi, demokrasi di Indonesia, unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi, parameter tatanan kehidupan demorkasi, partai politik dan pemilu dalam kerangka demokrasi, Islam dan demokrasi.
B.            Rumusan Masalah
A.           Apa hakikat demokrasi?
B.            Bagaimana pandangan dan tatanan kehidupan bersama?
C.            Bagaimana sejarah demokrasi ?
D.           Bagaimana demokrasi di indonesia?
E.            Apa saja unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi?
F.             Bagaimana parameter tatanan kehidupan demorkasi?
G.           Bagaimana partai politik dan pemilu dalam kerangka demokrasi?
H.           Bagaiman keterkaitan islam dan demokrasi?
C.           Tujuan
A.           Mengetahui hakikat demokrasi
B.            Mengetahui pandangan dan tatanan kehidupan bersama
C.            Mengetahui sejarah demokrasi
D.           Mengetahui demokrasi di indonesia
E.            Mengetahui unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi
F.             Mengetahui parameter tatanan kehidupan demorkasi
G.           Mengetahui partai politik dan pemilu dalam kerangka demokrasi
H.           Mengetahui keterkaitan islam dan demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.           Hakikat demokrasi
Secara garis besar demokrasi adalah sebuah sistem sosial-politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun idiologi yang ada dewasa ini.[1]
Secara etimologis “demokrasi “ terdiri dari dua kata Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein”  atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di  tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat.
Sedangkan pengertian demokrasi secara istilah (terminologi) adalah seperti yang dinyatakan oleh para ahli sebagai berikut: (a) Joseph A. Schmeter mengatakan demokrsi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. (b) Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. (c) philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah diminta tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. (d) Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.[2]
Sedikit berdeda dengan pandangan para ahli di atas, pakar politik Indonesia Affan Gaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwudannya pada dunia politik praktis.[3]
Namun demikian, di luar perbedaan pengertian demokrasi di kalangan para ahli demokrasi, terdapat titik temu, yakni sebagai landasan hidup bermasyarakat dan bernegara demokrasi meletakkan rakyat sebagai komponen penting dalam proses dan praktik-praktik dalam berdemokrasi. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.[4]
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain sebagai pemerintahan di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal: pemerintahan dari rakyat (government of the people), pemerintahan oleh rakyat (government by the people), pemerintahan untuk rakyat (government for the people), ketiga faktor ini merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis.[5]
B.            Pandangan dan tatanan kehidupan bersama
Demokrasi tidak muncul tiba-tiba, ia merupakan proses panjang melalui kebiasaan, pembelajaran, dan penghayatan. Untuk tujuan ini dukungan sosial dan lingkungan demokrasi mutlak dibutuhkan. Keberhasilan demokrasi di tunjukkan oleh sejauh mana demokrasi sebagai prinsip dan acuan hidup bersama antar warga negara, dan antar warga negara dengan negara dijalankan dan dipatuhi oleh kedua belak pihak. Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan dan dibiasakan dalam kehdupan sehari-hari. Demokrasi dalam kerangka di atas berarti sebuah proses melaksanakan nilai-nilai civilty (keadaban) dalam bernegara dan masyarakat.[6]  
Menjadi demokrasi membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis dari masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut  Nurcholish Madjid, pandangan hidup demokrasi dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya sudah mapan. Setidaknya ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah:
1.             Kesadaran pluralisme, kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain,sebaga bagian dari kewajiban warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui keberadaannya.
2.             Musyawarah, makna dan semangat musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap keputusan bersama. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang maupun kelompok untuk menerima pandangan yang berbeda dari orang atau kelompok lain dalam bentuk-bentuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
3.             Cara haruslah sejalan dengan tujuan, demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu suksesi, aturan mainnya), tetapi harus dilakukan  secara santun dan beradab yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa tanpa paksaan, tekanan, dan ancaman dari dan oleh siapapun, tetapi dilakukan secara sukarela, dialogis, dan saling menguntungkan. Namun norma ini tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa topangan akhlak tepuji dari warga negara.
4.             Norma kejujuran dalam kemunfakatan. Faktor ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua warga negara merupakan hal yang sangat penting dalam membangun tradiasi demokrasi. Prinsip ini erat kaitannya dengan musyawarah seperti yang telah di jelaskan di atas, musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan positif terhadap perbedaan pendapat orang lain.
5.             Kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban. Itu merupakan norma demokrasibaik orang dan kelompok lain yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude). Norma ini akan berkembang dengan baik jika ditopang oleh pandangan positif dan optimis terhadap manusia.
6.             Trial and error (percobaan dan salah). Demokrasi merupakan sebuah proses tanpa henti, dalam kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi.[7]
C.           Sejarah demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan negara dan hukum, yang dipraktekkan antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M .demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas.[8]
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektifkarena negara kota (city state) Yunani kuno merupakan sebuah kawasan politik yang kecil, sebuah wilayah dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Yang unik dari demokrasi Yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu (warga negara resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut. Sementara masyarakat berstatus budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak bisa menikmati demokrasi.[9]
Demokrasi Yunani kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal, di mana kehidupan keagamaan terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik  ditandai oleh perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan.[10]
D.           Demokrasi di Indonesia
Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi kedalam empat priode: priode 1945-1959, priode 1959-1965, priode 1965-1998, priode 1998-sekarang.
1.             priode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia karena memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintahan pusat telah mengancam berjalannya demokrasi, ditambah lagi dengan kegagalan partai-partai dalam majelis konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presidenpada 5 Juli  1959, yang menegaskan berlakunya kembali UUD 45.
2.             priode 1959-1965
priode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy). Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasioanal. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebutuhan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sekalipun UUD 45 memberi peluang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun, tetepi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Artinya ketetapan ini telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
3.             priode 1965-1998
priode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde Barunya. Sebutan Orde baru merupakan kritik terhadap priode sebelumnya, Orde Lama. Orde Baru sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring dengan pergantian kepemimpinan nasional, Demokrasi Terpimpin ala presiden Soekarno telah diganti oleh elit Orde Baru dengan Demokrasi Pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya, seperti ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Ir. Soekarno dihapus dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
4.             priode 1998-sekarang.
Priode ini sering disebut dengan istilah priode paska Orde Baru. Priode ini erat hubungannya dengan gerakan Reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekwen. Tuntutan ini berakhir waktu lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan pada 1998, setelah lebih dari 30 tahun berkuasa dengan Demokrasi Pancasila-nya. Penyelewengan atas dasar negara pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati sebagian masyarakat terhadap pancasila.[11]
E.            Unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi
Beberapa unsur penting penopang tegaknya demokrasi antara lain:
1.             Negara hukum
Negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) memiliki pengertian  bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan hak asasi manusia.
2.             Masyarakat madani
Masyarakat madani yakni sebuah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara. Masyarakat madani (Civil Society) mensyaratkan adanya keterlibatan warga negara (Civic Engagement) melalui asosiasi-asosiasi sosial, keterlibatan warga negara memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya dan toleran antar individu dan kelompok yang berbeda. Sikap-sikap ini sangat penting bagi bangunan politik demokrsi.
3.             Aliansi kelompok strategis
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah adanya aliansi kelompok strategis yang terdiri dari parti politik (political party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/ intrest group) termasuk di dalamnya pres yang bebas dan bertanggung jawab.[12]
F.                    Parameter tatanan kehidupan demokratis
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip dasar demokrasi itu adalah: persaman, kebebasan, dan pluralisme.[13]
Demokrsi tidak sekedar wacana, ia mempunyai parameternya sebagai ukuran apakah suatu negara atau pemerintahan dapat dikatakan demokratis atau sebaliknya. Sedikitnya tiga aspek dapat dijadikan landasan untuk mengukur sejauhmana demokrasi itu berjalan dalam suatu negara. Ketiga aspek tersebut adalah:
1.             Pemilihan umum sebagai proses pembentukan penerintahan
2.             Susunan kekuasaan negara, yakni kekuasaan negara dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan atau satu wilayah.
3.             Kontrol rakyat, yaitu suatu relasi kuasa yang berjalan secara simetris, memiliki sambungan yang jelas,dan adany mekanisme yang memungkinkan kontrol dan keseimbangan (check and balance) terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislatif.[14]
G.           Partai politik dan pemilu dalam kerangka demokrasi
1.             Partai politik
Partai politik memiliki peran yang sangat strategis terhadap proses demokrtisasi yaitu selain sebagai struktur kelemgagaan politik yang anggotanya bertujuan mendapatkan kekuasaan dan kedudukan politik, mereka juga sebagai sebuah wadah bagi penampungan aspirasi rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai-nilai demokrasi yaitu peran serta masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara melalui partai politik.[15]
2.             Pemilihan umum (pemilu)
Pemilihan umum adalah pengejawantahan sistem demokrasi. Melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen dan dalam struktur pemerintahan.
Ada dua sistem pemilihan umum yaitu: 1. Pemilihan umum sistem distrik (single member constituency, single member distrik mayorty system, district system), dalam pemilu sistem ini daerah pemilihan dipilih atas distrk-distrik tsrtentu, pada masing-masing distrik pemilihan, setiap parpol mengajukan satu calon. 2. Pemilihan umum sistem proporsional ( multi member constituency, proportional representation system, proportional system). Sistem ini adalah sistem yang dianut di Indonesiayakni pemilu yang secara tidak langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon masing-masing parpol atau organisasi politik (orsospol).[16]

H.           Islam dan demokrasi
     Di tengah proses demokratisasi global, banyak kalangan ahli demokrasi, diantaranya Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset, menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman demokrasi yang cukup handal.
Namun menurut Ahmad S. Mousalli, pakar ilmu politik Universitas Amerika di Beirut, ulama Islam baik klasik, pertengahan maupun modern, memiliki pandangan yang sepadan dengan perkembamgan pemikiran Barat tentang demokrasi, pluralisme dan HAM. Menurutnya, ketika spirit Enlightenment dengan doktrin hukum alam (natural law)-nya telah menginspirasikan lahirnya konsep-konsep Barat tentang Demokrasi, pluralism, dan HAM. Akibat pengaruh yang sama kalangan ulama muslim menjadikan doktrin-doktrin tersebut di bawah sinaran otoritas teks yang berasal dari al-Quran dan sunnah Muhammad SAW.
Secara garis besar wacana islam dan demokrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok pemikiran: pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi. Islam merupakan sistem politik yang mandiri. Hubungan keduanya bersifat saling mernguntungkan secara eksklusif. Islam dipandang sebagai sistem politik terhadap demokrasi, kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di negara-negara Barat. Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Terdapat beberapa argumen teoritis yang bisa menjelaskan lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam. Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi. Kedua, persoalan kultur. Ketiga, lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
   Sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain sebagai pemerintahan di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal: pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, pemerintahan untuk rakyat, ketiga faktor ini merupakan tolak ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam menangani tatanan masyarakat yang demokratis, ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan. Keenam norma itu adalah: 1. Kesadaran pluralisme, 2. Musyawarah, 3. Cara haruslah sejalan dengan tujuan, 4. Norma kejujuran dalam kemunfakatan, 5. Kebebasan nurani, 6. Trial and error (percobaan dan salah).
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan negara dan hukum, yang dipraktekkan antara abad ke-6 SM     sampai abad ke-4 M .demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu    berbentuk demokrasi langsung (direct democracy.).dan mengenai           demokrasi di   Indonesia dapat dibagi kedalam empat priode: priode 1945-       1959, priode    1959-1965, priode 1965-1998, priode 1998-sekarang.
                        Untuk penopang tegaknya demokrasi terdapat unsur-unsur yang      penting antara             lain:1. Negara hukum, 2. Masyarakat madani, 3. Aliansi      kelompok strategis. Dan untuk mengukur sejauhmana demokrasi itu        berjalan dalam suatu negara.Ada tiga aspek yang dapat dijadikan landasan,            Ketiga aspek tersebut adalah:1. Pemilihan umum sebagai proses      pembentukan penerintahan, 2. Susunan kekuasaan negara, 3. Kontrol             rakyat. Dan dalam kerangka demokrasi terdapat Partai politik dan pemilu, Partai politik dan pemilu mempunyai peran yang sangat penting dalam            mewujudka demokrasi oleh karena itu keduanya harus ada.
B.     Kritik dan saran
            Demikian makalah ini penulis uraikan, apabila terdapat kesalahan, Hendaknya supaya memberi masukan, agar dalam pembutan makalah penulis bisa lebih baik lagi.
            Dan di harapkan dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui dan memahami demokrasi dalam teori dan aksi.
           





DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICC UIN Syarifhidayatullah, 2006)


[1]Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICC UIN Syarifhidayatullah, 2006), hal 130
[2] Ibid hal 131-132
[3] Ibid hal 132
[4] Ibid.
[5] ibid
[6] Ibid hal 134
[7] Ibid hal 134-136
[8] Ibid hal 138
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid hal 140-143
[12] Ibid hal 144-147
[13] Ibid.
[14] Ibid hal 148
[15] Ibid 149
[16] Ibid hal 152-153


di perbolehkan untuk mengkopi dan menjadikan artikel ini sebagai referensi dan yang lainnya.
dengan syarat harus menyertakan catatan kaki dari alamat blog ini dan tolong ya, transver pulsa 1000 rupiah ke nomor 085708860032. terimasih sobat yang sudah berbaik hati.
jika kedua syarat itu terpenuhi, maka halal.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar