Dampak-Dampak
Komunikasi Massa Terhadap Publik Ditinjau dari Kaca Mata Psikologi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi telah membawa
kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg yang
memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya
setelah ditemukannya internet. Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat
kabar pertama. Setelah revolusi industri dan teknologi, listrik yang memacu
energi pabrik dan transportasi, melandasi muncul dan berkembangnya radio, film,
dan televisi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan teknologi informasi
yang multimedia seperti jaringan internet.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas
sempitnya ruang kehidupan seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan
baca tulis, selanjutnya ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media
massa. Artinya media memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan manusia.
Untuk itu diperlukan pendekatan lain
dalam melihat efek (dampak) media massa. Selain berkaitan dengan pesan dan
media itu sendiri, menurut Steven M. Chaffee, pendekatan kedua ialah melihat
jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerimaan
informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan
istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau
satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok,
organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Dalam kesempatan kali ini penulis akan sedikit
mengulas efek dari media massa di pandang dari segi psikologi komunikasi
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan
mengulas makalah ini dengan rumusan masalah sebagai berikut
a.
Apa efek komunikasi massa
bagi halayak?
b.
Bagaimana efek kehadiran
media massa bagi halayak?
c.
Bagaimana efek kognitif
media massa bagi halayak?
d.
Bagaimana efek afektif, dan
behavioral komunikasi massa bagi halayak?
C.
Tujuan Penulisan
a.
Mengetahui efek komunikasi
massa bagi halayak
b.
Mengetahui efek kehadiran
media massa bagi halayak
c.
Mengetahui efek kognitif
media massa bagi halayak
d.
Mengetahui efek afektif,
dan behavioral komunikasi massa bagi halayak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Efek Komunikasi
Massa bagi Halayak
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial
yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, efek atau hasil yang dapat dicapai
oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan, tulisan,
visual/audio visual) perlu dikaji melalui metode tertentu yang bersifat
analisis psikologis dan analisis sosial. Yang dimaksud dengan analisis
psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan
dengan wtak serta kodrat manusia.
Donald K Robert mengungkapkan, “efek hanyalah
perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena
fokusnya adalah pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan
oleh media massa.
Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat
menerpa seseorang baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu,
Stamm menyatakan “efek komunikasi massa terdiri atas primary effect dan
secondary effect.
Menurut Steven M Chaffee, efek media massa
dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media
massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua
adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak
komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau atau
dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu,
kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi
massa.[1]
B.
Efek Kehadiran Media
Massa bagi Halayak
Steven H. Chaffee menyebut lima hal mengenai efek
kehadiran media massa: 1) Efek ekonomis, 2) efek sosial, 3) efek pada
penjadwalan kegiatan, 4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu,
dan 5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek
ekonomi sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha.
Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi social
akibat kehadiran media massa.
Efek
ketiga, penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, terjadi terutama dengan
kehadiran televisi. Kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur,
membaca, dan menonton film. Gejala ini disebut oleh Joyce Cramond (1976)
sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai
reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televise; beberapa kegiatan
dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya
dipakai untuk menonton televisi.
Dua
efek lainnya yaitu, hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan
tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang menggunakan media untuk
menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, dan
sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikan.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.
Efek kehadiran media massa secara fisik pada kalangan
mahasiswa yang paling menarik adalah efek penjadwalan kembali kegiatan
sehari-hari. Kehadiran televisi sangat dominan mengubah jadwal kegiatan
sehari-hari mereka seperti waktu bermain, tidur membaca, atau kegiatan lainnya.
Jadwal
tidur pun tergantung pada kehadiran acara tertentu di televisi. Seorang
mahasiswa mengaku baru tidur pada dini hari karena acara tertentu hanya
disiarkan selepas tengah malam. Sementara mahasiswa lain mengubah jadwal bangun
tidurnya menjadi lebih pagi untuk menonton news pagi atau infotainment. Pada
jam-jam tertentu seperti pukul 20.00 sampai dengan 22.00, kebanyakan mereka
berada di dalam rumah untuk menonton acara (prime time) yang memang mendapat
rating tinggi.
Tiga
dari sepuluh mahasiswa bekerja di luar jam kuliah. Namun waktu yang dua di
antara mereka habiskan untuk menonton televisi juga tidak berbeda jauh dari
mereka yang tidak bekerja. Artinya mereka meluangkan waktu untuk menonton
televisi dan mengurangi waktu mereka untuk kegiatan lainnya.
Efek
alihan juga tidak hanya terjadi pada televisi saja. Seorang responden lebih
banyak menghabiskan waktu menonton DVD selama berjam-jam pada malam hari
sehingga waktu tidurnya berkurang banyak. Dampak yang terjadi adalah terlambat
masuk kuliah atau tidak masuk karena kelelahan. Waktu untuk kegiatan lainnya
pun praktis berkurang banyak, seperti tak ada waktu untuk membaca buku,
belajar, sampai mengerjakan tugas kuliah. Kecanggihan teknologi multimedia juga
mampu membuat seseorang merelakan waktu bermainnya. Seorang responden yang
memiliki kegiatan berorganisasi di luar jam kuliah ternyata juga tidak
mengurangi waktunya untuk menonton televisi. Selain menonton televisi, ia juga
banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku atau browsing di internet.Akibatnya
ia tidak memiliki cukup waktu untuk bermain atau bersantai.
Dari
sepuluh mahasiswa hanya dua orang yang tidak banyak mengalami efek kehadiran
media massa secara fisik. Satu orang memiliki pekerjaan di luar jam kuliah, sementara
seorang lagi mengaku lebih banyak menghabiskan
waktu untuk beristirahat karena jarak antara kampus dan rumahnya cukup jauh.
Efek kehadiran media selanjutnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa ia membaca buku sebelum tidur untuk membantunya lebih mudah mengantuk. Ia tidak mempersoalkan isi pesan yang terkandung di dalam buku atau majalah yang ia baca selama itu bisa membantunya tidur.[2]
Efek kehadiran media selanjutnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa ia membaca buku sebelum tidur untuk membantunya lebih mudah mengantuk. Ia tidak mempersoalkan isi pesan yang terkandung di dalam buku atau majalah yang ia baca selama itu bisa membantunya tidur.[2]
Kehadiran
media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Tujuh orang mahasiswa memiliki
perasaan positif pada televisi, sementara tiga lainnya menyatakan kecintaannya
dalam menonton televisi dimana seorang di antara mereka bahkan menghabiskan
waktu 12 jam sehari untuk menonton televisi. Hanya tiga orang yang memiliki
perasaan yang sama terhadap buku, terutama buku-buku pengembangan diri, agama,
dan komik. Dalam setahun kesepuluh orang mahasiswa hanya membeli rata-rata 5
buku dalam setahun. Di antara mereka hanya dua orang yang membeli di atas
sepuluh buku dalam setahun, diantaranya termasuk komik. Komik adalah jenis
media cetak yang paling dekat dengan mahasiswa yang penulis wawancarai
dibandingkan jenis media cetak lainnya. Sementara seorang mahasiswa lebih
memilih media cetak seperti majalah dan surat kabar yang menurutnya lebih dekat
dengan kehidupannya sehari-hari.[3]
C.
Efek Kognitif Media
Massa Bagi Halayak
Kognisi
adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati,
mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga,
menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Media mempunyai pengaruh yang
sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan
pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi.
Wilbur
Schramm (1997:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang
mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam
situasi.” Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga
realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna.
Realitas
yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau realitas
tangan-kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata
secara selektif, dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip.
Para kritikus social memandang media massa bukan saja menyajikan realitas
kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia; memberikan
citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti sampai di
situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya.
Dampak
media massa – kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara
individu-individu – telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari
komunikasi massa. Di sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting,
kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita (McCombs danShaw, 1974:1).
Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.
Media massa memang tidak menentukan “what to think”, tetapi mempengaruhi “what
to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain,
dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media
membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media
massa.
Selain
terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan
informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam
menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Ini disebut
efek prososial kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan
manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat.
Media
massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media
massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau waktu yang
tidak kita alami secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap
realitas yang hendak ditampilkan, sehingga dampaknya adalah menimbulkan
perubahan kognitif tertentu di antara individu-individu khalayaknya.
Hampir
seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai mengkonsumsi media sebagai hiburan.
Fungsi informatif media terutama televisi hanya menempati posisi kedua.
Sementara pengetahuan serta wawasan yang didapat dianggap sebagai “bonus” dari
menonton televisi. Enam dari sepuluh orang memasukkan news sebagai salah satu
acara yang ditonton setiap hari, selebihnya adalah acara hiburan seperti
infotainment, musik, komedi, film, film kartun dan reality show. Seorang
mahasiswa menyebutkan bahwa ia juga menonton acara talk show selain news dan
hiburan.
Acara
news dan talk show membantu mahasiswa untuk mengenali permasalahan atau
peristiwa yang tengah terjadi di dunia atau minimal di dalam negeri. Enam orang
rutin mengikuti acara news di televisi, sementara dua di antaranya juga aktif
membaca surat kabar. Efek terhadap kognisi dari enam mahasiswa ini dapat
diamati dari cara pandang mereka terhadap sesuatu. Dua orang yang membaca surat
kabar serta menonton news di televisi relatif memiliki wawasan yang lebih luas
di antara yang lainnya. Informasi yang disajikan televisi, khususnya saluran
televisi berita terbukti berguna bagi dua orang yang merupakan mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Sesuai
dengan teori agenda setting, media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang
apa yang dianggap penting. Penonton berita memiliki pengetahuan dan
ketertarikan yang sama tentang suatu persoalan yang sedang ditampilkan oleh
media massa. Demikian pula yang terjadi pada pemirsa infotainment, bahan
pembicaraan mereka berkisar seputar artis yang sedang gencar ditampilkan di
acara infotainment.[4]
Media
massa memilih informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang
diterima, khalayak membentuk persepsinya tentang berbagai peristiwa. Dampaknya
mahasiswa yang memilih media televisi memperoleh informasi secara tidak
lengkap, karena media siaran merupakan media penyampai informasi yang handal
namun bukan media penafsir informasi yang baik. Prinsip agenda setting semakin
mengerucutkan informasi apa saja yang diterima dan mempengaruhi apa yang
dipikirkan oleh khalayak. Informasi yang telah diseleksi dan tidak lengkap
menimbulkan persepsi yang hampir seragam pada mahasiswa yang menonton televisi,
yang terkadang keliru. Pengetahuan yang mereka perolehpun hanya sebatas
permukaan bila dibandingkan responden yang mengkonsumsi media cetak seperti
majalah, surat kabar atau buku.
Acara
televisi dewasa ini lebih banyak diisi oleh acara-acara hiburan serta sinetron
yang banyak menampilkan kehidupan glamor dan kemewahan yang kontras dengan
kehidupan masyarakat pada umumnya. Dampaknya, khalayak mendapatkan gambaran
versi media mengenai apa itu kebahagiaan. Mereka yang tergantung pada media
seperti televisi cenderung menganggap informasi yang didapatnya dari media
sebagai sebuah kebenaran, akibatnya mereka rentan terhadap terpaan pesan yang
memiliki muatan tertentu. Penonton sinetron atau infotainment cenderung
berorientasi pada materi atau gaya hidup yang mengikuti trend. Mahasiswa
penonton sinetron dan infotainment yang penulis amati, sebagian memiliki
kecenderungan seperti itu. Prioritas mereka dalam hidup, misalnya, antara lain
hendak memenuhi kebutuhan mereka akan gaya hidup yang menurut mereka ‘modern’.
Sementara bagi yang lainnya, juga pemirsa televisi, ketika ditanya mengenai
prioritas hidup mereka berniat membangun usaha untuk masa depan (walaupun dalam
bahasa yang berbeda, namun memiliki orientasi yang sama).[5]
Efek
negatif lain dari media televisi adalah merusak kesabaran masyarakat bagi
tumbuhnya masyarakat demokratis. Acara maupun iklannya, karena keterbatasan
waktu, sering melukiskan ditemukannya berbagai solusi dengan begitu cepat dan
gampang. Hampir semua mengaku bahwa tujuan utama mereka berkuliah adalah untuk
mendapatkan pekerjaan kelak, bukan mendapatkan ilmu. Informasi ini lebih
mendominasi dibandingkan bahwa keahlian dan ilmu jauh lebih berguna ketimbang
gelar. Akibatnya banyak mahasiswa yang menganggap mata kuliahnya sebatas
hafalan wajib atau dengan kata lain tidak cukup bermanfaat untuk didalami. Di
sini kita temukan adanya indikasi pemikiran serba instan, atau kurangnya
penghargaan terhadap kerja keras.
Efek
kognitif pada penonton DVD pada tiap orang berbeda, dan lebih sulit diukur.
Tidak seperti media televisi yang demokratis, dalam arti dapat dinikmati
khalayak dari berbagai kalangan, DVD dikonsumsi berdasarkan kebutuhan (Uses and
Gratifications) oleh khalayak yang lebih terbatas. Seorang mahasiswa penonton
DVD yang penulis temui ‘meninggalkan’ media-media lainnya dan hanya terfokus
pada media yang satu ini. Sebagai seorang mahasiswa, pilihannya pada media DVD
untuk memenuhi kebutuhannya membentuk persepsi bahwa dunia tidak seserius yang
dibayangkan seorang pemerhati acara news dan talk show misalnya. Cara
pandangnya terhadap perkuliahan pun hanya sekedar proses mencari gelar yang
akan mempermudahnya mencari pekerjaan kelak. Sisi positifnya, film-film yang
ditontonnya (sebagian besar film populer remaja) memberikan informasi mengenai
tata cara pergaulan dan bagaimana cara mengatasi persoalan dalam kehidupan.
Sisi negatifnya selain yang telah disebutkan di atas adalah prioritasnya dalam
hidup tak lebih dari mendapatkan kesenangan atau kemudahan dalam hidup.
Sementara pembaca buku lebih unggul dalam mengumpulkan
informasi yang ia terima dibandingkan media massa lainnya. Seluruh mahasiswa
yang penulis wawancarai bukan termasuk pembaca buku kelas berat. Rata-rata buku
yang dibaca adalah novel dan komik. Pada urutan selanjutnya adalah buku-buku
populer serta buku pengembangan diri. Buku-buku ilmiah atau pengetahuan hanya
dibaca ketika tugas kuliah mengharuskan mereka melakukannya. Informasi yang
bersifat menghibur dari novel dan komik dapat menumbuhkan imajinasi pada
seseorang. Imajinasi dapat mendorong seseorang untuk berpikir kreatif atau
sebaliknya, menjadi pengkhayal.[6]
D.
Efek Afektif, Dan
Behavioral Komunikasi Massa bagi Halayak
a.
Efek afektif
komunikasi massa
Baron
(1979); Fishbein and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975
(dalam Baron, 1979) mendefinisikan sikap sebagai kesatuan perasaan (feelings),
keyakinan (beliefs), dan kecenderungan berperilaku (behavior tendencies)
terhadap orang lain, kelompok, faham, dan objek-objek yang relatif menetap.
Ada
tiga komponen sikap yaitu (1) afektif (affective), yang didalamnya termasuk
perasaan suka tidak suka terhadap suatu objek atau orang; (2) kognitif,
termasuk keyakinan tentang objek atau orang tersebut ; dan (3) perilaku, yaitu
kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.
Para
peneliti kebanyakan tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti
sebagai pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang
dapat menjelaskan dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita
miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Tidak akan ada
teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang
dasar-dasar kognitifnya.
Efek
afektif media tentu saja ada, jika tidak demikian maka tidak ada gunanya segala
upaya publik relation yang banyak dilakukan oleh politikus atau pengusaha di
media. Media televisi punya dampak yang besar pada afeksi khalayaknya. Lewat
televisi khalayak merasa terlibat secara emosional dengan tokoh yang
ditampilkan. Contoh yang terbaru adalah gencarnya pemberitaan media tentang Obama,
membuat khalayak yang paling tidak berkepentingan pun ikut gembira dengan
kemenangannya. Demikian yang terjadi pada beberapa mahasiswa yang penulis
temui. Namun seseorang yang memiliki informasi atau pengetahuan yang lebih luas
tidak akan serta merta terpengaruh oleh realitas buatan media. Seorang
mahasiswa yang termasuk kategori ini bahkan skeptis dan cenderung sinis dengan
euphoria kemenangan Obama. Baginya kebijakan AS tak mungkin berbeda jauh
siapapun pemenangnya. Sebaliknya beberapa responden juga menyatakan
ketidakpeduliannya karena hal tersebut kurang menarik perhatian mereka bukan
karena informasi atau pengetahuan mereka lebih baik.
Seperti
yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor
seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak
tidaklah seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam
satu kelompok mahasiswa, penulis mendapatkan fakta-fakta yang jauh berbeda dan
berlawanan.
Dalam
studi komprehensifnya mengenai dampak media massa, Joseph T. Kappler melaporkan
bahwa orang-orang mencari hiburan acapkali karena mereka ingin melepaskan
tekanan emosinya dari beratnya kehidupan sehari-hari. Mereka ingin menentramkan
perasaan dengan cara membaca komik, menonton film bioskop, serta menikmati
acara hiburan di radio dan televisi. Di samping itu, hiburan juga berfungsi
sebagai elemen penting kehidupan yang baik, bahkan juga bisa berfungsi sebagai
simbol status. Paling tidak, hiburan membantu seseorang merasa gembira. Responden
yang merupakan pembaca komik lebih memiliki sense of humor yang lebih tinggi.
Komik
hiburan, novel, maupun film atau kartun, mampu mempengaruhi emosi (afeksi)
pembaca atau penontonnya dengan lebih baik dari berita di surat kabar atau
televisi. Mahasiswa yang memanfaatkan media sebagai hiburan, memiliki imajinasi
atau daya khayal yang cukup tinggi. Prioritas hidup mereka juga lebih variatif,
dan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan emosional (afeksi) mereka.
Seorang mahasiswa yang merupakan pembaca buku, komik, suratkabar sekaligus
pemirsa televisi, mempunyai cita-cita untuk melakukan perbaikan sosial terutama
dimulai dari kalangan remaja. Kebetulan ia adalah seorang aktivis organisasi
remaja muslim. Kepeduliannya pada kondisi remaja sekarang ini dipengaruhi oleh
informasi yang ia peroleh dari media, sementara komik maupun novel tertentu
turut mendukung sikap kritisnya terhadap kejahatan, masalah sosial, memperteguh
harapan dan kedermawanan, sekaligus menebalkan semangat kerja kerasnya. Film
kartun dan komik jepang yang banyak beredar sekarang ini memang banyak
menyuguhkan khayalan serta kekerasan, namun di sisi lain mengandung pesan yang
berhubungan dengan nilai-nilai kerja keras, kebaikan, semangat menolong orang
lain, dan pesan moral bahwa kejahatan selalu kalah pada akhirnya. Sisi
negatifnya, komik dan film kartun tidak membantu para mahasiswa untuk berpikir
rasional, sebaliknya menciptakan pemikiran yang lebih emosional.[7]
b.
Efek
behavioral media massa
Perilaku
meliputi bidang yang luas, dalam kaitannya dengan tema makalah ini yang kita
pilih ialah efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek
prososial behavioral).
Efek
prososial media massa dapat dijelaskan oleh teori Belajar Sosial dari Bandura.
Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari
peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil factor-faktor
kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu,
bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik
diri kita.
Bandura
menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian,
proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses
motivasional. Proses belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati
secara langsung oleh seseorangtertentu atau gambaran pola pemikiran, yang
disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya sikap, nilai, atau
persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang
lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat
mempraktekkan perilaku itu dalm kehidupannya.
Menurut
Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan
sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada
pengamatnya. Selain pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai
penentu dalam pemilihan apa yang akan diperhatikan dan diteladani adalah:
karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan pengalaman
masa lalu.
Setelah
pengamatan, proses selanjutnya adalah penyimpanan hasil pengamatan dalam
pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang
diberikan. Kemudian pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan
kembali perilaku teladan atau tindakan yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku
teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu penghargaan atau motivasi.
Inilah yang disebut proses motivasional.
Pembelajaran
sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana kita
mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan
cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang
berlainan.
Media
massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial
dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi
teladan untuk perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati
berperilaku mengikuti trend yang ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara
dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis dalam sinetron,
penggunaan produk-produk yang ditampilkan oleh iklan, sampai cara mengemukakan
pendapat ala mahasiswa yang identik dengan demonstrasi dan membakar ban di
jalan raya.
News,
talkshow, sampai parodi politik mendorong pemirsanya bersikap kritis dan
reaktif terhadap kebijakan pemerintah maupun kondisi sosial yang ada. Mahasiswa
belajar dari tayangan-tayangan televisi tersebut bagaimana cara menghadapi
permasalahan sosial maupun politik. Persoalannya memang tidak semua mahasiswa
pemirsa tayangan televisi seperti news atau talkshow politik yang akan
berperilaku kritis atau radikal seperti demonstrasi maupun bergabung dengan
gerakan kiri misalnya. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya
dalam benaknya dan memanggil kembali saat mereka akan bertindak sesuai dengan
teladan yang diberikan. Melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada
motivasi. Motivasi bergantung pada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang
mendorong seseorang bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian
(vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self-reinforcement). Jadi,
contoh untuk berdemonstrasi di televisi atau suratkabar baru berhasil bila ada
iklim yang memungkinkannya, misalnya bila orang lain tidak mencemooh atau mau
menghargai tindakan kita.
Seseorang
juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila ia melihat orang lain yang
berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Kita memerlukan peneguhan
gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status dan
sebagainya). Tetapi melihat orang lain melihat orang lain mendapat gamjaran
karena perbuatan yang ingin kita teladani akan membantu terjadinya proses
reproduksi motorik.
Akhirnya
tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan
itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang,
atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan melakukan demonstrasi bila
kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi masyarakat[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak media terhadap
khalayak mahasiswa secara umum adalah:
1.
Efek kehadiran media; sebagian besar mahasiswa memiliki perasaan positif pada
media televisi dibandingkan media lainnya. Karenanya televisi lebih mendapat
kepercayaan sebagai sumber informasi dan hiburan. Efek kehadiran televisi pada
mahasiswa adalah penjadwalan ulang berbagai kegiatan. Kegiatan mereka, termasuk
kuliah, ikut terpengaruh oleh jadwal acara televisi yang mereka tonton.
2.
Efek Kognitif media; media merupakan sumber informasi yang membantu mahasiswa
untuk memperoleh pengetahuan mengenai berbagai aspek kehidupan. Efek kognitif
yang positif memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa dan membantunya
memahami berbagai persoalan. Efek negatifnya adalah memberikan pandangan yang
keliru atau parsial mengenai dunia, juga menanamkan ideologi tertentu yang akan
mempengaruhi sikap dan perilakunya kemudian. Namun efek kognitif yang positif
masih kurang di kalangan mahasiswa. Efek kognitif inilah yang mendasari
perubahan sikap dan perilaku seseorang dan mempengaruhi prioritasnya dalam
hidup.
3.
Efek afektif media; selain memberikan informasi, media memberikan efek
emosional pada diri khalayakya. Efek afektif media diantaranya mampu
mempengaruhi khalayak mahasiswa untuk lebih peduli pada masalah sosial yang
terjadi di masyarakat.
4.
Efek behavioral media; media juga dapat mempengaruhi perilaku khalayaknya.
Sebagian besar, jika tidak semua, mahasiswa mengikuti teladan yang diberikan
media. Perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan televisi banyak ditiru di
kehidupan nyata.
B.
Saran
Demikian
persembahan makalah dari penulis, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk mempersembahkan yang terbaik, semoga
makalah ini bermanfaat bagi pemaca dalam memahami materi Dampak-Dampak
Komunikasi Massa Terhadap Publik Ditinjau dari Kaca Mata Psikologi
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat,
Jalaluddin (1985), Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi, PT.
Remaja Rosdakarya, cetakan keduapuluhtiga, Bandung, 2005.
Rivers,
William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson (2003), Media Massa
& Masyarakat Modern, edisi kedua, Prenada Media, Jakarta, 2003.
Baron,
R.A. (1979), Social Psychology – Understanding Human Interaction.
Allyn & Bacon, 1979
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral/
[1] Rivers, William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson (2003), Media
Massa & Masyarakat Modern, edisi kedua, Prenada Media, Jakarta,
2003.
[2]
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral/
[4]
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral/
[5]
Ibid.
[6] Rivers, William L., Jay W. Jensen, & Theodore Peterson (2003), Media
Massa & Masyarakat Modern, edisi kedua, Prenada Media, Jakarta,
2003.
[7] Rakhmat, Jalaluddin (1985), Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi,
PT. Remaja Rosdakarya, cetakan keduapuluhtiga, Bandung, 2005.
[8] Rakhmat, Jalaluddin (1985), Psikologi Komunikasi – Edisi Revisi,
PT. Remaja Rosdakarya, cetakan keduapuluhtiga, Bandung, 2005.
di perbolehkan
untuk mengkopi dan menjadikan artikel ini sebagai referensi dan yang lainnya.
dengan syarat
harus menyertakan catatan kaki dari alamat blog ini dan tolong ya, transver
pulsa 1000 rupiah ke nomor 085708860032. terimasih sobat yang sudah berbaik
hati.
jika kedua
syarat itu terpenuhi, maka halal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar