MENGENALI
KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai pemeran utama dalam proses komunikasi mempunyai karakteristik
yang unik dalam menggunakan simbol-simbol dan lambang-lambang agar dapat
mengaktualisasikan pikirannya,
Simbol dan lambang (bahasa verbal dan non verbal) dipelajari oleh
manusia sejak bayi, sebagai psikolog, dia akan memandang komunikasi justru pada
prilaku mausia komunikan. Tugas ahli linguistiklah untuk membahas
komponen-komponen yang membentuk struktur pesan, tugas ahli tekniklah untuk
mnganalisa berapa banyak noise terjadi dijalan sebelum pesan sampai pada
komunikate, dan berapa banyak pesan yang hilang. Psikologi mulai masuk ketika
membicarakan bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara
berpikir dan cara melihat manusia dopengaruhi oleh lambang-lambang yang
dimiliki.
Fokus psikologi komunikasi adalah manusia komunikan, karena itu,
penting lebih dahulu kita mengenali diri kita, mencoba menjawab makhluk apa
kita ini? Faktor-faktor apa yang mengendalikan perilaku kita? Makalah ini akan
membahas konsepsi psikologi tentang manusia, faktor-faktor personal yang
mempengaruhi prilaku manusia, dan faktor-faktor situasional yang mempengaruhi
perilaku manusia agar kita dapat mengenali diri kita lebih mendalam lagi.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan membuat rumusan
masalah sebagai berikut,
1.
Bagaimana
konsepsi psikologi tentang manusia?
2.
Apa
faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia?
3.
Apa
faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
konsepsi psikologi tentang manusia
2.
Mengetahui
faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia?
3.
Mengetahui
faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia?
D.
Manfaat Penulisan
Dengan mempelajari konsepsi psikologi tentang manusia serta faktor
personal dan situasional yang mempengaruhi perilaku manusia, diharapkan
mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik dan memahami bagaimana karakteristik
manusia komunikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsepsi Psikologi tentang Manusia
Banyak teori dalam komunikasi
yang dilatar belakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori
persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia
sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo
Volens). Teori ”jarum hipodermik” (yang menyatakan media masa sangat
berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai
makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Teori
pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang
melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah
stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi intrapersonal
banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistik yang mengambarkan manusia
sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan
lingkungannya (Homo Ludens).[1]
Konsepsi
Manusia dalam psikoanalisis
Sigmund
Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan
psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian
manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah (Asch, 1959\; 17). Menurut
Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam
kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.
1.
Id
Id
adalah bagian kepribadian yang menyimpang dorongan – dorongan biologis manusia
– pusat instink ( hawa nafsu – dalam kamus agama ). Ada dua instink dominan
yaitu :
a.
Libido – instink
reproduksi yang menyediakan energy dasar untuk kegiatan – kegiatan manusia yang
konstruktif.
b.
Thanatosos –
instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (
eros ), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi
juga semua yang mendatangkan kenikmatan seperti kasih ibu, pemujaan pada Tuhan,
dan cinta diri (narcism).
Semua
motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan
prinsip kesenangan ( pleasure principle ), ingin segera memenuhi keinginanya.
Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tau dengan kenyataan. Id
adalah tabiat hewani manusia.
2.
Ego
Ego
adalah mediator antara hasrat – hasrat hewani dengan tuntunan rasional
danrealistik. Ego – lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat
hewaninya. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas ( reality principle ). Ego
berfungsi sebagai menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar.
3.
Superego
Superego
adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego juga dapat di artikan
sebagai hati nurani ( consclence ) yang merupakan internalisasi dari norma –
norma social dan cultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat –
hasrat yang tak berlainan kea lam bawah sadar.
Secara
singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara
komponen biologis ( Id ), komponen psikologis ( Ego ), dan komponen social (
Superego ), atau unsur animal, rasional, dan moral ( hewani, akali, dan nilai )
Ø Konsepsi
Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme
lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia
berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara
alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya
perilaku yang nampak saja, behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori
belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia—kecuali instink—adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Ø Konsepsi
manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika
asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan
awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia
tidak lagi dipandang sebagaimakhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya:
makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).
Kaum
rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa penginderaan kita, melalui
pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita
dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.
Descartes,
juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama
pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara
aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna.
Tidak semua stimuli kita terima.
Rasionalisme
ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog
Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang Jerman:
Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia
tidak memberikan respon kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah
organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum
memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan
dalam satuan-satuan yang bermakna.
Mula-mula
psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang
menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Di antara
mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider.
Heider
dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara
singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam
psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia
dalam mazhab ini.
Kenyataan
menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah
penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu
rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan
diwarnai oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam
menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive
heuristics” (dalil-dalil kognitif). Ada orang tua yang segera gembira ketika
anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive
heuristics” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa
memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan
masa depannya). Dari sini rnuncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The
Person as Cognitive Miser).
Walaupun
psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji,
psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut
oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan
sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan
mencapai apa yang didambakannya. Sampai di sini, psikologi kognitif harus
memberikan tempat dan waktu buat “penceramah” berikutnya: psikologi humanistik.
Ø Manusia
dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi
humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama
dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia
hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu
dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia
menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud
seridiri, “we see a man as a savage, beast” (1930:86). Keduanya tidak
menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek
eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas,
nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi
humanistik. “Humanistic psychology’is not just the study of ‘human being- it is
a commitment to human becoming, “tulis Floyd W. Matson (1973:19) yang agak
sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Psikologi
humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya
Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak
lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang
manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara
subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam
pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer,
1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang
boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik.[2]
B. Faktor-Faktor Personal yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
Manusia bersikap dalam masyarakt itu berbeda beda ada yang suka
bergaul dan ada pula yang tidak suka begaul, ada yang pendiam, pemarah, dan
lain lain. itu semuwa di sebabkan oleh factor yang ada pada dirinya sendiri atau
dari factor luar.
Factor-faktor personal yang mempengaruhi
perilaku manusia di kelompokan menjadi dua yaitu :
a.
Factor biologis
factor biologis ini di sebabkan oleh
pengaruh dirinya sendiri sebagai manusia, karna manusia
mempunyai sifat bawaan yang timbul dari manusia itu sendiri seperti sifat: memberi makan, merawat anak, menarik
perhatian lawan jenis dan ketika seorang merasa kekurangan makanan dan
istirahat maka orang itu akan mempunyai perilaku yang cepat emosi.
b.
Factor
- factor sosio psikologis
karena manusia makhluk social, dari proses social ia memperoleh
beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya, kita dapat
mengklasifikasnya kedalam tiga komponen : komponen afektif, komponen kognitf
dan komponen konatif . komponen yang pertama merupakan aspek emosional dari factor sosiopsikologis, di
dahulukan karna erat kaitanya dgn pembicaraan sebelumnya. Komonen kognitif adalah aspek intelektual ,
yang berkaitan dengan apa yang di ketahui manusia. Komponen konatif adalah
aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen afektif terdiri dari motif sosiogenis, emosi, sikap, dan kepercayaan.
·
motif sosiogenis
Motif sosio genis , sering juga di sebut motif sekunder sebagai
lawan motif biologis, perananya dalam membentuk perilaku social bahkan sangat
menentukan secara singkat motif – motif sosiogenis akan di terangkan sebagai
berikut.
a.
Motif
ingin tahu : setiap orang brusha untuk memahami dan memperoleh arti dari
dunianya kita memerlukan kerangka rujukan untuk mengevaluasi situasi baru dan
mengarahkan tindakan yang sesuai.
b.
Motif komoetensi : setiap orang ongin
membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun , perasaan
mampu amt bergantung oada perkembangan social, intelektual, dan emosional.
c.
Motif cinta : orang ingin di terima dalam
kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela. Kehangatan
persahabatan, ketulusan kasih saying, penerimaan orang lain yang hangat amat di
butuhkan manusia .
d.
Motif harga diri dan kebutuhan untuk
mencari identitas : erat kaitanya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan dan memperoleh kasih saying, ialah kebutuhan untuk menunjukan
eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja di anggap bilangan,
tetapi juga di perhitungkan.
e.
Kebuthan akan nilai, kedambaan dan makna
kehidupan dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai nilai
untuk menuntunya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada
kehidupanya.
f.
Kebutuhan akan pemenuhan diri. Kitabukan
saja ingin untuk mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan
kualitas kehidupan kita.
Kebutuhan akan pemenuhan diri di lakukan melalui berbagai berikut :
mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita dengan cara yang kreatif
konstruktif, memperkaya kualitas kehidupan serta memperluas pengalaman serta
pemuasan, membentuk hubungan yang hangat dan berarti pada orng orang di
sekeliling kita.
·
Sikap
Sikap adalah kecendrungan bertindak, berpikir dan merasa
dalammenghadapi objek , ide, situasi atau nilai . sikap bukan perilaku tetapi
merupakan kecenderungan berperilaku dengan cara cara tertentu terhadap objek
sikap. objek sikap boleh berarti benda, orang, tempat, gagasan atau situasi,
atau kelompok. Jadi pada kenyataanya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri.
·
Emosi
Emosi menunjukan kegoncangan organism yang disertai oleh gejala gejala kesadaran, perilakuan, dan proses
fisiologs, bila orang yang anda cintai mencemoohkan anda, anda akan bereaksi
secara emosional karna anda mengetahui cemoohan itu (kesadaran). Jantung anda
akan berdetak lebih kencang, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan
keringat dan nafas terngah engah.
·
Kepercayaan
Kepercayaan adalah komonen kognitif dari factor sosiopsikologis,
kepercayaan di sini tidak ada hubunganya dengan hal hal yang ghaib, tetapi
hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti,
sugesti otoritas, atau pengalaman intuis, jadi kepercayaan itu dapat bersifat
rasional atau irrasional.[3]
C. Faktor-Faktor Situasional yang
Mempengaruhi Perilaku Manusia
Suatu pesan yang disampaikan pada kondisi dan situasi tertentu akan
direspon berbeda oleh orang dalam situasi dan kondisi tertentu pula, contoh, Si
A menelpon Si B pada tengah malam, Si B akan akan berpikir dan mengira ada
masalah pada si A, ini akan berbeda jika Si A menelpon Si B pada pagi hari,
mungkin si B tidak akan mengira bahwa ada masalah pada si A, Si B menunjukkan
respon berbeda pada situasi yang berbeda (malam dan pagi) atas penerimaan
telpon dari A,
Edward G. Sampson merangkumkan seluruh faktor situasonal sebagai
berikut,
1.
Aspek-aspek
objektif dari lingkungan
a.
Faktor
ekologis
1.
Faktor
geografis
2.
Faktor
iklim dan meteorologis
b.
Faktor
desain dan arsitektural
c.
Faktor
temporal
d.
Analisis
suasana perilaku
e.
Faktor
teknologis
f.
Faktor
sosial
1.
Struktur
organisasi
2.
Sisem
peranan
3.
Struktur
kelompok
4.
Karakteristik
populasi
2.
Lingkungan
psikososial seperti dipersepsi oleh kita
a.
Iklim
organisasi dan kelompok
b.
Athos
dan iklim institusional dan kultural
3.
Stimulasi
yang mendorong dan memperteguh perilaku
a.
Orang
lain
b.
Situasi
pendorong perilaku (sampson, 1976: 13-14)
a.
Faktor
ekologis
Kaum determinisme lingkungan menganggap bahwa perilaku dan gaya
hidup manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia bertempat tinggal[4],
contoh, perilaku orang yang tinggal di pantai dengan orang yang tinggal di
pedalaman. Orang yang tinggal di pinggir pantai lebih cenderung berbicara lebih
keras dan lebih emosional dikarenakan kondisi pantai yang panas dan angin yang
berhembus kencang, sedangkan orang yang tinggal di pedalaman seperti pegunungan
lebih cenderung berbicara lebih lembut dan lebih sabar dikarenakan dia tinggal
di suasana yang sejuk[5].
Sebagian pandangan mereka telah diuji antara lain, afek temperatur pada
tindakan kekerasan dan perilaku interpersonal[6]
b.
Faktor
rancangan dan arsitektural
Dewasa ini para arsitektur telah membuat penelitian mengenai pengaruh
lingkungan yang dibuat manusia terhadap perilaku penghuninya. Mereka
berpendapat bahwa desain bangunan tertentu berpengaruh pada penghuninya, osmond
(1957) dan sommer (1969) membedakan antara desain bangunan yang mendorong orang
untuk berinteraksi dengan dengan lingkungan dan tetangga-tetangganya dan
rancangan bangunan yang tidak membuat orang untuk berinteraksi[7]
Contoh pengaruh rancangan dan arsitektural terhadap perilaku manusia, dapat
kita lihat pada penataan rumah. Rumah-rumah dengan pagar rendah atau tanpa
pagar akan lebih mencerminkan bahwa penghuninya adalah orang yang terbuka serta
tidak curiga terhadap lingkungannya. Karena itu orang yang tinggal dengan
bentuk rumah seperti itu dianggap akan mau lebih berinteraksi dengan orang lain
dibandingkan dengan orang yang tinggal pada rumah berpagar tinggi, rapat dan
dengan arsitektural yang megah seperti istana.[8]
c.
Faktor
temporal
Kegiatan kita sehari-hari sangat dipengaruhi oleh waktu, terutama
saat berkomunikasi, satu pesan komunikasi yang disampaikan pada malam hari akan
memberikan makna yang lain jika disampaikan pada pagi hari, jadi, yang
mempengaruhi perilaku manusia bukan
hanya dimana mereka berada tetapi juga kapan mereka berada.[9]
d.
Suasana
perilaku (behavior settings)
Dalam public speaking atau retorika, banyak sekali
pembahasan tentang bagaimana suatu bentuk penyampaian pesan harus disesuaikan
dengan suasana perilaku pesertanya. Cara kita berpidato di lapangan terbuka, akan
dipengaruhi oleh perilaku peserta pidato. Pidato di lapangan terbuka tentu
berbeda dengan pidato di tempat tertutup. Pada intinya di setiap suasana
terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku para pesertanya.[10]
e.
Faktor
teknologi
Jenis teknologi yang digunakan masyarakat dapat mempengaruhi pola-pola
komunikasi masyarakat baik pola pikir maupun pola tindakannya. Contoh
penggunaan ponsel telah mengubah tindakan komunikasi masyarakat dalam hal
mengirimkan ucapan selamat, melalui SMS yang sebelumnya menggunakan kartu
ucapan. Pada masyarakat yang menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari, suasana kejiwaan masyarakatnya tentu berbeda dengan masyarakat berteknologi tinggi yang
sering menggunakan teknologi untuk eksploita.
f.
Faktor- faktor sosial
Ada tiga hal yang bisa dibahas pada faktor ini, yaitu: sistem peran,
struktur sosial dan karakteristik individu. Peranan yang kita duduki
berbeda-beda pada setting sosial yang berbeda. Peran sebagai suami, istri,
anak, manajer, menantu, pengurus yayasan menghasilkan jenis perilaku yang
berbeda-beda. Dengan demikian bentuk perilaku kita akan tergantung pada jenis
peran yang kita sandang. Pada kajian tentang penyebaran inovasi banyak disebut
bahwa struktur sosial masyarakat mempengaruhi bentuk tindakan masyarakat
tersebut dalam mengantisipasi pesan yang disampaikan, seperti adanya pemuka
pendapat, pengikut dan lain sebagainya. Kelompok orang tua melahirkan pola
perilaku yang berbeda bila dibandingkan dengan kelompok anak muda. Selain itu
karakteristik individu seperti usia, kecerdasan juga mempengaruhi pola-pola
perilaku.[11]
g.
Lingkungan Psikososial
Lingkungan psikososial itu kita artikan sebagai
persepsi kita terhadap lingkungan kita. Maksudnya adalah bentuk persepsi
kita terhadap lingkungan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan
tersebut. Misalnya kita mempersepsi bahwa lingkungan kita menyenangkan, maka
kitapun akan berperilaku menyenangkan atau positif dalam lingkungan kita.
Begitu sebaliknya.
h.
Stimuli yang Mendorong
dan Mempengaruhi Perilaku
Pada dasarnya ada sejumlah situasi yang memberi kita keleluasaan untuk
bertindak dan sejumlah lain membatasinya. Jika kita menganggap bahwa pada
situasi tertentu kita diperbolehkan/dianggap wajar melakukan perilaku tertentu,
maka kita akan terdorong untuk melakukannya. Dalam jangka waktu lama, jika
kebolehan dibiarkan maka perilaku kita akan diperteguh hingga menjadi suatu
kebiasaan. Jika orang sudah tidak malu lagi melakukan perbuatan korupsi, maka
orang pun cenderung mudah melakukan perbuatan korupsi.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ø Konsepsi psikologi tentang manusia di antaranya adalah
1.
konsepsi manusia
tentang psikoanalisis, ini meliputi id, ego dan super ego
2.
Konsepsi Manusia
dalam Behaviorisme
3.
Konsepsi manusia
dalam Psikologi Kognitif
4.
Manusia dalam
Konsepsi Psikologi Humanistik
Ø
Faktor personal
yang mempengaruhi manusia adalah faktor biologis dan factor- factor sosio psikologis.
Ø
Faktor-faktor
situasional yang mempengaruhi prilaku manusia adalah
1.
Aspek-aspek
objektif dari lingkungan, ini meliputi faktor ekologis, faktor desain dan
arsitektural, faktor temporal, analisi suasana perilaku, faktor teknologis.
2.
Lingkungan
psikososial seperti dipersepsi oleh kita
3.
Stimulasi
yang mendorong dan memperteguh perilaku
B. Saran
Demikian persembahan makalah dari
penulis, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang
terbaik, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pemaca dalam memahami materi karakteristik.manusia komunikan
DAFTAR
PUSTAKA
Rakhmat jalaluddin, psikologi
komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 46.
http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html,
21 maret 2014, 10:56 WIB
Akch September 16,2007 on
Posted
[1] Akch September 16,2007 on Posted
[3]
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003),33-42
[4]
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), 44.
[5]
http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html,
20 maret 2014, 21:15 WIB
[6]
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), 44.
[7]
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), 45.
[8] http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html,
21 maret 2014, 10:15 WIB
[9]
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), 45.
[10] http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html,
21 maret 2014, 10:26 WIB
[11] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2003), 46.
[12]
http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html,
21 maret 2014, 10:56 WIB
di perbolehkan
untuk mengkopi dan menjadikan artikel ini sebagai referensi dan yang lainnya.
dengan syarat
harus menyertakan catatan kaki dari alamat blog ini dan tolong ya, transver
pulsa 1000 rupiah ke nomor 085708860032. terimasih sobat yang sudah berbaik
hati.
jika kedua
syarat itu terpenuhi, maka halal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar