Minggu, 19 April 2015

makalah MENGENALI KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN



MENGENALI KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manusia sebagai pemeran utama dalam proses komunikasi mempunyai karakteristik yang unik dalam menggunakan simbol-simbol dan lambang-lambang agar dapat mengaktualisasikan pikirannya,
Simbol dan lambang (bahasa verbal dan non verbal) dipelajari oleh manusia sejak bayi, sebagai psikolog, dia akan memandang komunikasi justru pada prilaku mausia komunikan. Tugas ahli linguistiklah untuk membahas komponen-komponen yang membentuk struktur pesan, tugas ahli tekniklah untuk mnganalisa berapa banyak noise terjadi dijalan sebelum pesan sampai pada komunikate, dan berapa banyak pesan yang hilang. Psikologi mulai masuk ketika membicarakan bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara berpikir dan cara melihat manusia dopengaruhi oleh lambang-lambang yang dimiliki.
Fokus psikologi komunikasi adalah manusia komunikan, karena itu, penting lebih dahulu kita mengenali diri kita, mencoba menjawab makhluk apa kita ini? Faktor-faktor apa yang mengendalikan perilaku kita? Makalah ini akan membahas konsepsi psikologi tentang manusia, faktor-faktor personal yang mempengaruhi prilaku manusia, dan faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia agar kita dapat mengenali diri kita lebih mendalam lagi.
B.       Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut,
1.         Bagaimana konsepsi psikologi tentang manusia?
2.         Apa faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia?
3.         Apa faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia?



C.      Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui konsepsi psikologi tentang manusia
2.         Mengetahui faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia?
3.         Mengetahui faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia?
D.      Manfaat Penulisan
Dengan mempelajari konsepsi psikologi tentang manusia serta faktor personal dan situasional yang mempengaruhi perilaku manusia, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik dan memahami bagaimana karakteristik manusia komunikan.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsepsi Psikologi tentang Manusia
Banyak teori dalam komunikasi yang dilatar belakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Teori ”jarum hipodermik” (yang menyatakan media masa sangat berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Teori pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi intrapersonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistik yang mengambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens).[1]
Konsepsi Manusia dalam psikoanalisis
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah (Asch, 1959\; 17). Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.
1.         Id
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpang dorongan – dorongan biologis manusia – pusat instink ( hawa nafsu – dalam kamus agama ). Ada dua instink dominan yaitu :
a.         Libido – instink reproduksi yang menyediakan energy dasar untuk kegiatan – kegiatan manusia yang konstruktif.
b.         Thanatosos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan seperti kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcism).
Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan ( pleasure principle ), ingin segera memenuhi keinginanya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tau dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
2.         Ego
Ego adalah mediator antara hasrat – hasrat hewani dengan tuntunan rasional danrealistik. Ego – lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas ( reality principle ). Ego berfungsi sebagai menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar.
3.         Superego
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego juga dapat di artikan sebagai hati nurani ( consclence ) yang merupakan internalisasi dari norma – norma social dan cultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat – hasrat yang tak berlainan kea lam bawah sadar.
Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis ( Id ), komponen psikologis ( Ego ), dan komponen social ( Superego ), atau unsur animal, rasional, dan moral ( hewani, akali, dan nilai )
Ø  Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia—kecuali instink—adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Ø  Konsepsi manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagaimakhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).
Kaum rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.
Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.
Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang Jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan respon kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna.
Mula-mula psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Di antara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider.
Heider dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive heuristics” (dalil-dalil kognitif). Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristics” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya). Dari sini rnuncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as Cognitive Miser).
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya. Sampai di sini, psikologi kognitif harus memberikan tempat dan waktu buat “penceramah” berikutnya: psikologi humanistik.
Ø  Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud seridiri, “we see a man as a savage, beast” (1930:86). Keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik. “Humanistic psychology’is not just the study of ‘human being- it is a commitment to human becoming, “tulis Floyd W. Matson (1973:19) yang agak sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik.[2]
B.       Faktor-Faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Manusia bersikap dalam masyarakt itu berbeda beda ada yang suka bergaul dan ada pula yang tidak suka begaul, ada yang pendiam, pemarah, dan lain lain. itu semuwa di sebabkan oleh factor yang ada pada dirinya sendiri atau dari factor luar.
Factor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia di kelompokan menjadi dua yaitu :
a.         Factor biologis
factor biologis ini di sebabkan oleh pengaruh dirinya sendiri sebagai manusia, karna manusia mempunyai sifat bawaan yang timbul dari manusia itu sendiri seperti sifat:  memberi makan, merawat anak, menarik perhatian lawan jenis dan ketika seorang merasa kekurangan makanan dan istirahat maka orang itu akan mempunyai perilaku yang cepat emosi.
b.         Factor - factor sosio psikologis
karena manusia makhluk social, dari proses social ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya, kita dapat mengklasifikasnya kedalam tiga komponen : komponen afektif, komponen kognitf dan komponen konatif . komponen yang pertama merupakan aspek  emosional dari factor sosiopsikologis, di dahulukan karna erat kaitanya dgn pembicaraan sebelumnya. Komonen kognitif adalah aspek intelektual , yang berkaitan dengan apa yang di ketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Komponen afektif terdiri dari motif sosiogenis, emosi, sikap, dan kepercayaan.
·           motif sosiogenis
Motif sosio genis , sering juga di sebut motif sekunder sebagai lawan motif biologis, perananya dalam membentuk perilaku social bahkan sangat menentukan secara singkat motif – motif sosiogenis akan di terangkan sebagai berikut.
a.         Motif ingin tahu : setiap orang brusha untuk memahami dan memperoleh arti dari dunianya kita memerlukan kerangka rujukan untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai.
b.         Motif komoetensi : setiap orang ongin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apapun , perasaan mampu amt bergantung oada perkembangan social, intelektual, dan emosional.
c.         Motif cinta : orang ingin di terima dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih saying, penerimaan orang lain yang hangat amat di butuhkan manusia .
d.        Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas : erat kaitanya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih saying, ialah kebutuhan untuk menunjukan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja di anggap bilangan, tetapi juga di perhitungkan.
e.         Kebuthan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai nilai untuk menuntunya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupanya.
f.          Kebutuhan akan pemenuhan diri. Kitabukan saja ingin untuk mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita.
Kebutuhan akan pemenuhan diri di lakukan melalui berbagai berikut : mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita dengan cara yang kreatif konstruktif, memperkaya kualitas kehidupan serta memperluas pengalaman serta pemuasan, membentuk hubungan yang hangat dan berarti pada orng orang di sekeliling kita.
·           Sikap
Sikap adalah kecendrungan bertindak, berpikir dan merasa dalammenghadapi objek , ide, situasi atau nilai . sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan berperilaku dengan cara cara tertentu terhadap objek sikap. objek sikap boleh berarti benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi pada kenyataanya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri.
·           Emosi
Emosi menunjukan kegoncangan organism yang disertai oleh gejala gejala kesadaran, perilakuan, dan proses fisiologs, bila orang yang anda cintai mencemoohkan anda, anda akan bereaksi secara emosional karna anda mengetahui cemoohan itu (kesadaran). Jantung anda akan berdetak lebih kencang, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat dan nafas terngah engah.
·         Kepercayaan
Kepercayaan adalah komonen kognitif dari factor sosiopsikologis, kepercayaan di sini tidak ada hubunganya dengan hal hal yang ghaib, tetapi hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, atau pengalaman intuis, jadi kepercayaan itu dapat bersifat rasional atau irrasional.[3]

C.       Faktor-Faktor Situasional yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Suatu pesan yang disampaikan pada kondisi dan situasi tertentu akan direspon berbeda oleh orang dalam situasi dan kondisi tertentu pula, contoh, Si A menelpon Si B pada tengah malam, Si B akan akan berpikir dan mengira ada masalah pada si A, ini akan berbeda jika Si A menelpon Si B pada pagi hari, mungkin si B tidak akan mengira bahwa ada masalah pada si A, Si B menunjukkan respon berbeda pada situasi yang berbeda (malam dan pagi) atas penerimaan telpon dari A,
Edward G. Sampson merangkumkan seluruh faktor situasonal sebagai berikut,
1.         Aspek-aspek objektif dari lingkungan
a.         Faktor ekologis
1.        Faktor geografis
2.        Faktor iklim dan meteorologis
b.        Faktor desain dan arsitektural
c.         Faktor temporal
d.        Analisis suasana perilaku
e.         Faktor teknologis
f.         Faktor sosial
1.        Struktur organisasi
2.        Sisem peranan
3.        Struktur kelompok
4.        Karakteristik populasi
2.         Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita
a.         Iklim organisasi dan kelompok
b.        Athos dan iklim institusional dan kultural
3.         Stimulasi yang mendorong dan memperteguh perilaku
a.         Orang lain
b.        Situasi pendorong perilaku (sampson, 1976: 13-14)


a.         Faktor ekologis
Kaum determinisme lingkungan menganggap bahwa perilaku dan gaya hidup manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia bertempat tinggal[4], contoh, perilaku orang yang tinggal di pantai dengan orang yang tinggal di pedalaman. Orang yang tinggal di pinggir pantai lebih cenderung berbicara lebih keras dan lebih emosional dikarenakan kondisi pantai yang panas dan angin yang berhembus kencang, sedangkan orang yang tinggal di pedalaman seperti pegunungan lebih cenderung berbicara lebih lembut dan lebih sabar dikarenakan dia tinggal di suasana yang sejuk[5]. Sebagian pandangan mereka telah diuji antara lain, afek temperatur pada tindakan kekerasan dan perilaku interpersonal[6]
b.        Faktor rancangan dan arsitektural
Dewasa ini para arsitektur telah membuat penelitian mengenai pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap perilaku penghuninya. Mereka berpendapat bahwa desain bangunan tertentu berpengaruh pada penghuninya, osmond (1957) dan sommer (1969) membedakan antara desain bangunan yang mendorong orang untuk berinteraksi dengan dengan lingkungan dan tetangga-tetangganya dan rancangan bangunan yang tidak membuat orang untuk berinteraksi[7]
Contoh pengaruh rancangan dan arsitektural terhadap perilaku manusia, dapat kita lihat pada penataan rumah. Rumah-rumah dengan pagar rendah atau tanpa pagar akan lebih mencerminkan bahwa penghuninya adalah orang yang terbuka serta tidak curiga terhadap lingkungannya. Karena itu orang yang tinggal dengan bentuk rumah seperti itu dianggap akan mau lebih berinteraksi dengan orang lain dibandingkan dengan orang yang tinggal pada rumah berpagar tinggi, rapat dan dengan arsitektural yang megah seperti istana.[8]

c.         Faktor temporal
Kegiatan kita sehari-hari sangat dipengaruhi oleh waktu, terutama saat berkomunikasi, satu pesan komunikasi yang disampaikan pada malam hari akan memberikan makna yang lain jika disampaikan pada pagi hari, jadi, yang mempengaruhi perilaku manusia bukan  hanya dimana mereka berada tetapi juga kapan mereka berada.[9]
d.        Suasana perilaku (behavior settings)
Dalam public speaking atau retorika, banyak sekali pembahasan tentang bagaimana suatu bentuk penyampaian pesan harus disesuaikan dengan suasana perilaku pesertanya. Cara kita berpidato di lapangan terbuka, akan dipengaruhi oleh perilaku peserta pidato. Pidato di lapangan terbuka tentu berbeda dengan pidato di tempat tertutup. Pada intinya di setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku para pesertanya.[10]
e.         Faktor teknologi
Jenis teknologi yang digunakan masyarakat dapat mempengaruhi pola-pola komunikasi masyarakat baik pola pikir maupun pola tindakannya. Contoh penggunaan ponsel telah mengubah tindakan komunikasi masyarakat dalam hal mengirimkan ucapan selamat, melalui SMS yang sebelumnya menggunakan kartu ucapan. Pada masyarakat yang menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, suasana kejiwaan masyarakatnya tentu berbeda dengan masyarakat berteknologi tinggi yang sering menggunakan teknologi untuk eksploita.
f.         Faktor- faktor sosial
Ada tiga hal yang bisa dibahas pada faktor ini, yaitu: sistem peran, struktur sosial dan karakteristik individu. Peranan yang kita duduki berbeda-beda pada setting sosial yang berbeda. Peran sebagai suami, istri, anak, manajer, menantu, pengurus yayasan menghasilkan jenis  perilaku yang berbeda-beda. Dengan demikian bentuk perilaku kita akan tergantung pada jenis peran yang kita sandang. Pada kajian tentang penyebaran inovasi banyak disebut bahwa struktur sosial masyarakat mempengaruhi bentuk tindakan masyarakat tersebut dalam mengantisipasi pesan yang disampaikan, seperti adanya pemuka pendapat, pengikut dan lain sebagainya. Kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang berbeda bila dibandingkan dengan kelompok anak muda. Selain itu karakteristik individu seperti usia, kecerdasan juga mempengaruhi pola-pola perilaku.[11]
g.        Lingkungan Psikososial
Lingkungan psikososial itu kita artikan sebagai persepsi kita terhadap  lingkungan kita. Maksudnya adalah bentuk persepsi kita terhadap lingkungan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan tersebut. Misalnya kita mempersepsi bahwa lingkungan kita menyenangkan, maka kitapun akan berperilaku menyenangkan atau positif dalam lingkungan kita. Begitu sebaliknya.
h.        Stimuli yang Mendorong dan Mempengaruhi Perilaku
Pada dasarnya ada sejumlah situasi yang memberi kita keleluasaan untuk bertindak dan sejumlah lain membatasinya. Jika kita menganggap bahwa pada situasi tertentu kita diperbolehkan/dianggap wajar melakukan perilaku tertentu, maka kita akan terdorong untuk melakukannya. Dalam jangka waktu lama, jika kebolehan dibiarkan maka perilaku kita akan diperteguh hingga menjadi suatu kebiasaan. Jika orang sudah tidak malu lagi melakukan perbuatan korupsi, maka orang pun cenderung mudah melakukan perbuatan korupsi.[12]








BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Ø  Konsepsi psikologi tentang manusia di antaranya adalah
1.         konsepsi manusia tentang psikoanalisis, ini meliputi id, ego dan super ego
2.         Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
3.         Konsepsi manusia dalam Psikologi Kognitif
4.         Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Ø  Faktor personal yang mempengaruhi manusia adalah faktor biologis dan factor- factor sosio psikologis.
Ø  Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi prilaku manusia adalah
1.         Aspek-aspek objektif dari lingkungan, ini meliputi faktor ekologis, faktor desain dan arsitektural, faktor temporal, analisi suasana perilaku, faktor teknologis.
2.         Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita
3.         Stimulasi yang mendorong dan memperteguh perilaku
B.       Saran
Demikian persembahan makalah dari penulis, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik, semoga  makalah ini bermanfaat bagi pemaca dalam memahami materi karakteristik.manusia komunikan

DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 46.
Akch September 16,2007 on Posted


[1]  Akch September 16,2007 on Posted
[2]  “ Psikologi Komunikasi “  Rakhmat Jalaludin bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),
[3] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),33-42
[4] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 44.
[6] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 44.

[7] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 45.
[9] Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 45.
[11]  Rakhmat jalaluddin, psikologi komunikasi, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 46.
[12]  http://ut-manajemen.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-situasional-yang.html, 21 maret 2014, 10:56 WIB



di perbolehkan untuk mengkopi dan menjadikan artikel ini sebagai referensi dan yang lainnya.
dengan syarat harus menyertakan catatan kaki dari alamat blog ini dan tolong ya, transver pulsa 1000 rupiah ke nomor 085708860032. terimasih sobat yang sudah berbaik hati.
jika kedua syarat itu terpenuhi, maka halal.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar